Minggu, 15 Februari 2015

Arsitektur Eropa


Macam Seni Arsitekur di Eropa

Sejarah merupakan hal yang tak terpisahkan dari kehidupan. Ilmu sejarah merupakan media komunikasi dengan masa lalu, dimana kebudayaan mulai berkembang. Melalui proses pembelajaran sejarah, kehidupan dan budaya masa lampau dapat diketahui, baik proses maupun dampaknya. Didalam arsitektur, sejarah juga memegang peranan penting dalam menentukan bentukan atau langgam, disamping budaya masyarakatnya. Karena arsitektur adalah suatu hal yang berkembang dan kadangkala mengalami suatu siklus, maka sejarah arsitektur perlu dipelajari.

Dalam hal ini, peradaban manusia yang tercatat dalam sejarah, terutama didaratan Eropa dan sekitarnya mengalami kemajuan luar biasa, dimana seni bangunan dan ilmu struktur berkembang secara menakjubkan. Seni bangunan ini kemudian disebut sebagai arsitektur klasik, karena prinsip-prinsip, konsep dan romantika bangunan pada jaman itu akan tetap abadi.
Salah satu jenis arsitektur yang menarik disini adalah arsitektur Byzantium, selain Arsitektur binzantyum juga terdapat jenis arsitektur Gothik yang berkembang pada abad pertengahan.


1.      Arsitektur Binzantyum

Pada dasarnya seni di zaman ini merupakan kelanjutan dari seni zaman Yunani. Karena pada mulanya daerah Eropa Timur yang disebut Byzantium adalah koloni
bangsa Yunani sejak tahun 660 sebelum masehi, yang kemudaian menjadi bagian wilayah kekaisaran Romawi (Lucas, 1993 : 51). Konstantin agung mengundang banyak seniman ke Byzantium untuk membangun kota yang terletak di persimpangan antara selat Bosphorus dan laut Mamora. Kota ini kemudian dinamakan atas namanya, yaitu Konstantinopel, dan pada tahun 330 diresmikan sebagai ibukota Romawi Timur.

Dalam sejarah seni, Bynzantium menduduki posisi yang tinggi. Gaya arsitektur Byzantium yang bermula pada abad VI ini tumbuh dari berbagai dasar dan akar kebudayaan.
1. gaya klasik seni Romawi Hedonis yang tidak berbau keagamaan
2. budaya pembuatan makam bawah tanah gaya gereja Kristen-Romawi dari abad II – III
3. banyaknya pembangunan gereja Kristen kuno di Yunani

Karakter arsitektur Byzantium yang berawal dari abad kelima hingga saat ini, dicirikan oleh perkembangan gaya baru dari kubah untuk menutup bidang poligon atau persegi untuk gereja, makam, dan tempat pembabtisan ( Lucas, 1993 : 53).

Penggunaan sistem kubah untuk konstruksi atap bertolak belakang dengan gaya Kristiani kuno berupa penopang-penopang kayu dan juga gaya lengkung batu Romawi. Cita-cita arsitektur Byzantium adalah mengkonstruksi atap gereja dengan atap kubah, karena kubah dianggap symbol dari kekuasaan yang Maha Esa. Membangun kubah diatas denah bujur sangkar menimbulkan kesulitan. Pada arsitektur Romawi juga ditemui kubah, tetapi semua dengan denah lingkaran. Contoh yang ditiru bangsa Byzantium adalah kubah dari bangsa Sassanid dari Timur, yang membangun kubah-kubah diatas denah bujursangkar, walau ukurannya sangat kecil.

Bangsa Byzantium kemudian mengembangkan konstruksi kubah demikian yang dapat mencakup ruang-ruang yang sangat luas, seperti pada gereja Aya Sophia. Kubah tersebut, yang menjadi tradisional bangsa Timur, menjadi motif umum asitektur Byzantium, yang merupakan gabungan dari konstruksi kubah dengan gaya kolumnar klasik. Kubah dengan bermacam-macam variasi dipakai untuk menutupi denah persegi dengan teknik ‘Pendetives’. Untuk mengerti bentuk pendetive, dapat dengan meletakkan setengah buah jeruk pada piring dengan bagian terpotong (yang datar) menghadap piring. Kemudian jeruk tersebut dipotong pada tiap sisinya secara vertikal dengan ukuran yang sama. Yang tersisa dari jeruk tersebut kemudian adalah hemisphere yang disebut kubah pendetive.

Tiap potongan vertikal itu berbentuk setengah lingkaran, kadangkala setengah lingkaran tersebut dibangun sebagai lengkung – lengkung struktur yang menyokong permukaan parabola bagian atas dari kubah. Bila bagian atas jeruk tadi dipotong secara haorisontal, maka lingkaran yang terjadi, masih berbentuk pendetive, dapat digunakan sebagai dasar membuat kubah baru, atau bentuk silinder dapat diletakkan diatas dasaran tersebut untuk menyokong kubah lain yang lebih tinggi.

Kubah dan lengkung Byzantium diperkirakan dibuat tanpa menggunakan penyokong sementara atau perancahan atau ‘centering’ dengan penggunaan batu bata datar yang besar, hal ini merupakan sistem yang cukup nyata yang kemungkinan didapat dari metode Timur. Jendela – jendela disusun pada bagian bawah kubah, yang pada periode berikutnya dinaikkan letaknya pada ‘drum’ yang tinggi, sebuah penampilan yang kemudian dikembangkan pada arsitektur Renaissance barat dengan penambahan peristyle luar. Sekelompok kubah kecil atau semi kubah mengelilingi kubah pusat yang besar sangat efektif dan menjadi penampilan karakteristik gereja Byzantium adalah perwujudan dari lengkung dan kubah yang menggantikan rangka atap kayu.

Sistem konstruksi perletakan batu bata, yang diperkenalkan oleh bangsa Romawi berkembang menjadi semacam pembuatan dinding bata secara umum, dan hal ini diadopsi untuk membentuk arsitektur Byzantium. Rangka dinding batu bata terlebih dahulu diselesaikan dan dibiarkan mapan sebelum lapisan permukaan interior dan lantai marmer dipasang, bagian komponen bangunan yang berdiri sendiri ini menjadi karakterisik dari konstruksi Byzantium. Dinding bata bagian luarnya bebas didekorasi dengan bemacam-macam pola dan ikatan, sementara bagian interiornya biasanya dilapisi atau ditutupi dengan marmer, mosaic, dan lukisan-lukisan dinding.

Penggunaan batu bata yang sama dengan bata Romawi, sekitar satu setengah inchi tebalnya, dan diletakkan pada lapisan tebal mortar. Mortar sebagai perekat antara batu bata berupa campuran antara kapur dan pasir, dengan pecahan tanah liat, keramik atau bata, yang hasilnya sama kerasnya dengan bangunan terbaik di Roma. Karakter dekoratif permukaan luar sangat tergantung pada penyusunan batu bata, yang tidak selalu dipasang secara horisontal, tapi juga terkadang dipasang miring, terkadang juga dalam bentuk berliku-liku, berkelok-kelok, berbentuk chevron atau pola tulang ikan Herring dan banyak macam desain sejenisnya lainnya, memberikan variasi pada fasade. Cara lain yang juga dicoba untuk menghias dinding bata yang kasar adalah dengan penempelan batu dan lengkung – lengkung dekoratif. Dinding – dinding luar dilapisi marmer, lengkung – lengkung dan kubah dihias dengan kaca mosaik berwarna dengan latar belakang keemasan.

Gereja Constantinople, Nicaea, dan Salonica adalah contoh sempurna dari penggunaan dekorasi semacam ini. Tetapi kecintaan pada dekorasi permukaan tidak berhenti dengan ukurin besar dan bentukan pita, untuk Byzantine, seperti Roma, kecintaan pada warna hampir sama besar dengan bentuk, jadi sesuai dengan itu, metode Roma lama tentang selubung interior bangunan dengan papan dari warna mamer telah membawa menuju puncak kompleksitas dan kekayaan; dan mosaic kaca, yang telah juga digunakan oleh Roma, menjadi, perkembangan bentuk tingkat tinggi, metode hebat dari dekorasi interior pada bagian atas tembok dan samping bawah semua kubah.
Bangunan – bangunan yang berdiri merupakan puncak prestasi arsitektur Bynzantium.

Gaya bangunan bynzantium tersebar di kawasan Mediterania dan bahkan sampai di Rusia. Orang-orang Arab juga kemudian mengadopsinya untuk membangun masjid-masjid mereka. Contohnya adalah bangunan Kubah Batu atau dome of the rock. Dome of The Rock memiliki bentuk octagonal yang bagian atasnya berupa kubah, Bangunan ini merupakan bangunan monumental bagi umat Islam yang desainnya yang corak arsitekturnya tidak terlalu khas bangunan ibadah muslim, selain itu Bentuk denah Dome of The Rock adalah octagonal (segi delapan).

Cirri kas utama seni arsitektur Bynzantium adalah keserba agungan, yang memberikan efek impresif di atas segalanya. Figur-figur yang digambarkan dalam mosaic Bynzantium hamper semuanya berkaitan dengan agama,  Contohnya adalah penyalipan dan kenaikan kristus. Seni Bynzantium pada dasarnya adalah seni cangkokan. Unsure-unsur diambil dari provinsi-provinsinya, serta negeri-negeri tetangga. Namun, yang paling dominan adalah pengaruh yunani.


2.      Seni Arsitektur Ghotik

Istilah ghotik  mengacu pada seni arsitektur, lukis, dan pahat. Tiga abad terakhir zaman pertengahan. Istilah ini berasal dari para penulis akhir abad pertengahan yang lebih menaruh kebudayaan Yunani-Romawi (Suru,1991 : 49). Mereka menyangka bahwa suku Goth yang barbar telah menghancurkan kebudayaan klasik dan lalu menciptakan Gothik yang barbar. Dewasa ini kita tahu bahwa arsitektur Ghotik bukan dari suku Ghot dan juga tidak bersifat barbar. Arsitektur Ghotik adalah kreasi para para genius abad pertengahan.

Karya seni patung Gothik awal adalah dari pengaruh agama Kristen, serta lahir dari dinding gereja dan biara. Patung yang terdapat di chartes chatredral (sekitar tahun 1145) di Perancis merupakan karya patung awal zaman Gothik. Pengaru arsitektur Ghotik lebih luas dari gaya Romanesque. Perbedaan utama antara kedua gaya ini adalah bahwa gaya Ghotik serba lancip, sedangkan gaya Romanesque serba bundar.

Menurut arsitek pada masa itu, dengan memakai lengkungan yang lancip, atap tidak perlu ditinggikan. Lengkungan gaya Ghotik yang lancip ternyata tidak hanya mengurangi topangan samping, tetapi juga meringankan bobot atap.
Dengan menggunakan kubah yang berbentuk kurva memanjang, lengkungan lancip, penyangga berbentuk empat persegi panjang (pilaster),tiang-tiang, maka atap gereja gaya Ghotik bisa di buat tinggi menjulang.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada periode ini di antaranya:
1.      Ketinggian langit-langit yang jauh melebihi skala manusia, terutama pada gereja-gereja dan katedral.
2.      Bentuk busur yang meruncing, dikarenakan keinginan untuk menciptakan atap meruncing sebagai ciri arsitektur vernakular Eropa. Hal ini merupakan tuntutan iklim salju.
3.      Pengembangan bentuk rib vaults—bentuk kubah yang menyerupai rusuk.
4.      Kolomnya berkembang menjadi kolom strutural dan non struktural.
5.      Bukaan-bukaan yang lebar, sehingga arsitektur Gothik identik dengan permainan cahaya di interior. Permainan cahaya ini bertujuan untuk menambah keagungan dan unsur spiritual.

Timbulnya seni Ghotik adalah akibat dari suatu dorongan daya cipta yang berakar pada pandangan hidup jamannya, dapat di simpulkan bahwa latar belakang yang mempengaruhi perkembangan seni Ghotik antara lain :
1. Pertumbuhan kota yang sehat,
2. Kekuasaan dan pola hidup gereja,
3. Kekuasaan kaum ningrat serta
4. Perkembengan keduniawian baru.

Di bidang seni bangun seni Gotik banyak memiliki sifat-sifat seni bangun Romawi. Misalnya, bagian timur gereja dilengkapi dengan gereja-gereja kecil yang menonjol dan dapat di pindah-pindahkan, penggunaan beberapa menara, cara menempatkan tiga buah pintu di sebelah muka bagian barat, cara membagi atau memisahkan ruang pemakaman menjadi enam dan beberapa corak lainnya. Arsitektur Gotik merupakan perpaduan antara tipe-tipe tradisioanal yang luas dengan bentuk-bentuk gubahan abad pertengahan. Hasilnya serba mewah dan vertikal. Sifatnya menunjukkan kemenangan ketenangan, intelektual dan keharmonis antara perpaduan dan unsur-unsur estetika, struktur dan tujuan. Sepanjang masa Gotik, gereja kristen dalam segala hal bersifat Universal, dan sampai pada masa mencapai puncaknya makin lama makin mengarah keutara.

Prancis merupakan pusat perkembangan dan penyempurnaan seni gotik di eropa. Seni Gotik mencapai keharmonisan di Perancis, seperti terlihat dalam arsitekturnya. Langit-langit lengkung tajam bersilang yang membentuk susunan motif  lingkaran, menjadi dasar sistem dan struktur seni bangunan Gotik. Pola yang terkenal adalah pola flamboyan. Semula memakai garis-garis geometrik. Kemudian memakai motif tumbuh-tumbuhan. Semua ekspresi seni Gonik itu nampak pada seni bangun gereja Gotik di perancis. Misalnya:
a.       Kathedral Notre Dame di Chartres
Kathedral merupakan contoh yang paling jelas tentant corak seni Gotik, karena tidak mengalami perubahan. Nilai tingkat keseniannya dianggap sejajar dengan kuil Parthenon di Yunani. Di bagian depan dinding sebelah barat terdapat portal raja (pintu gerbang raja) dan bentuk “thimpanon” dengan hiasan relief tokoh Kristus dalam “mandorla” berbentuk oval serta-serta    figur-figur symbolis yang mengililingnya. Di bawahnya dipahatkan  12 tokoh berderet, sedangkan untuk mengisi bagian atasnya (lengkung atas) ditempatkan 24 tokoh lain.

b.      Kathedral Notre Dame di Paris.
Di bangun di atas pulau kecil ditengah-tengah kota Pasir. Kathedral itu nampak besar megah dan dramatik. Beberapa bagian gereja itu menunjukkan gaya Romana dan beberapa bagian lainnya menunjukkan corak Gotik. Ruang tengah lebar dan ruang samping berganda. Transept sangat sempit. Gegreja tersebut memiliki banyak patung, tetapi sayang banyak yang rusak pada waktu revolusi Prancis.

c.       Kathedral Amiens
Gereja itu dari depan nampak mengesankan sekali karena ditempatkan bentuk jaringan batu dengan pilar-pilar dinding dan patung-patung portal yang menarik. Hal tersebut besar pengaruhnya bagi gereja-gereja lainnya. Patung “ Blau Deau” yakni tokoh Kristis yang dilukiskan sedang mengajar yang ditempatkan di dalam gereja itu yang menunjukkan gaya klasik.

d.      Kathedral Rhemis
Gereja itu mengalami beberapa kali perubahan altar ruang tengah, bagian depan serta menaranya. Bagian luar gereja itu bersifat terbuka dengan pilar-pilar terbang berganda.

e.       Kathedral St.Denis
Merupakan gereja biara, dan antara lain menjadi tempat makam raja-raja Perancis. Bentuk asli gereja tersebut banyak mengalami perubahan. Pada tahun 1240, arsitek Piere de Montereau membangun sebuah serambi dengan lampu-lampu yang  mengarah ke ruang. Penambahan bangunan serambi semacam itu menyebabkan serambi tersebut menjadi bagian dari dinding yang berjendela, sehingga ukuran serambi disesuaikan dengan ukuran jendela.
Abad XIII merupakan puncak perkembangan arsitektur Ghotik. Selama pemerintahan Raja Louis IX (1226-1270) bermunculah karya-karya besar seperti katedral-katedral di Reims, Amiens, Paris, Beauvais, dan yang terbagus adalah katedral Sainte Chapelle. Meskipun arsitektur Ghotik pada mulanya muncul disekitar paris, ini tidak berarti bahwa gaya ini semata-mata milik prancis. Arsitektur ini tetap di anggap sebagai hasil dari semangat kreatif kristianitas.


3.      Seni Arsitektur Romanesque

Seni yang berkembang sekitar tahun 1000 hingga 1200, merupakan kembangkitan kembali akivitas seni abad pertengahan karena kondisi social dan ekonomi pada abad X mengalami peningkatan. Gereja-gereja yang dibangun dengan gaya baru di segala penjuru eropa barat mengingatkan kembali pada basilica-basilika.




Reference :
http://godfrey-sejarah.blogspot.com/2012/03/arsitektur-eropa.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar