Selasa, 10 November 2015

RUANG TERBUKA HIJAU, RUSUNAMI & RUSUNAWA

KOTA yang MENERAPKAN RTH 30 % dari LUAS WILAYAH, RTH PUBLIK  20 % dari LUAS WILAYAH KOTA


A.            Definisi Ruang Terbuka Hijau

-              Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat1).
Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2).
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 3).

-              Menurut Rustam Hakim (1987), ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik secara individu atau secara kelompok. Bentuk daripada ruang terbuka ini sangat tergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Contoh ruang terbuka adalah jalan, pedestrian, taman, plaza, pemakaman di sekitar lapangan olahraga.

-              Menurut Perda Jatim No. 7 tahun 1997, ruang terbuka kota adalah bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau sesedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alami (vegetasi dan air) dan unsur binaan (produksi, budidaya, pemakaman, pertanian kota, taman kota, jalur hijau, tempat satwa, rekreasi ruang luar, berbagai upaya pelestarian lingkungan)


B.            Sifat dan Fungsi Ruang Terbuka

Roger Trancik (1986), dalam bukunya ”Finding Lost Space”, mengungkapkan bahwa menurut sifatnya ruang terbuka kota dapat dibagi menjadi:
  1. Hard space, yaitu ruang terbuka yang secara prinsip dibatasi oleh dinding arsitektural dan biasanya sebagai kegiatan sosial. Ruang terbuka jenis ini tidak tertutup oleh massa bangunan namun tertutup oleh pengerasan seperti ubin, aspal, plesteran, paving stone, dan lain-lain.
  2. Soft space, yaitu ruang terbuka yang didominasi oleh lingkungan alam. Pada setting kota, soft space berbentuk taman (park) dan kebun (garden) serta jalur hijau (greenways) yang dapat memberikan kesempatan untuk berelaksasi (santai).
Menurut Rustam Hakin (1987), ada beberapa fungsi ruang terbuka, antara lain:

a. Fungsi sosial :
  1. Tempat bermain, berolahraga
  2. Tempat bersantai
  3. Tempat komunikasi sosial
  4. Tempat peralihan, tempat menunggu
  5. Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar dengan lingkungan
  6. Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat yang lain
  7. Sebagai pembatas/jarak di antara massa bangunan
b. Fungsi ekologis :
  1. penyegaran udara,
  2. menyerap air hujan,
  3. pengendalian banjir,
  4. memelihara ekosistem tertentu dan
  5. pelembut arsitektur bangunan.
  6. pengontrol radiasi matahari
  7. meredam kebisingan·
  8. menyerap debu
Sedangkan fungsi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 antara lain :
  1. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan
  2. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara
  3. Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati
  4. Pengendali tata air
  5. Sarana estetika kota.

C.            Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Rob Krier (1979), mengklasifikasikan ruang terbuka berdasarkan bentuk fisik dan pola ruangnya, yang meliputi :
  1. Berbentuk memanjang, yaitu ruang terbuka yang hanya mempunyai batas-batas di sisi-sisinya, seperti jalanan, sungai dan lain-lain. Ruang terbuka yang berbentuk memanjang ini juga merupakan ruang-ruang sirkulasi karena dimanfaatkan untuk melakukan pergerakan oleh masyarakat sekitarnya.
  2. Berbentuk cluster, yaitu ruang terbuka yang mempunyai batas-batas di sekelilingnya, seperti lapangan, bundaran dan lain-lain. Ruang terbuka dengan bentuk cluster ini membentuk “kantong-kantong” yang berfungsi sebagai ruang-ruang akumulasi aktivitas kegiatan masyarakat kota.
Rustam Hakim (1987) mengklasifikasikan ruang terbuka berdasar sifatnya yaitu :
  1. Ruang terbuka lingkungan, yaitu ruang terbuka yang terdapat pada suatu lingkungan dan sifatnya umum. Adapun tata penyusunan ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang tertutupnya akan mempengaruhi keserasian lingkungan.
  2. Ruang terbuka bangunan, yaitu ruang terbuka yang dibatasi oleh dinding bangunan dan lantai halaman bangunan. Ruang terbuka ini bersifat umum atau pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.
Berdasarkan sumber peraturan yang berlaku “Ruang Terbuka Hijau sebagai Unsur Pembentuk Kota Taman”, tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Dirjen Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari :
  1. Ruang Terbuka privat; halaman rumah, halaman kantor, halaman sekolah, halaman tempat ibadah, halaman rumah sakit, halaman hotel, kawasan industri, stasiun, bandara, dan pertanian kota.
  2. Ruang Terbuka publik; taman rekeasi, taman/lapangan olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau (sempadan jalan, sungai, rel KA, SUTET), dan hutan kota (HK konservasi, HK wisata, HK industri).
Sedangkan menurut Undang-Undang Penataan Ruang no 26 Tahun 2007 pasal 29 menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau dibagi menjadi :
  1. Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
  2. Ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri no 1 Tahun 2007 pasal 6 mengenai Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyebutkan, yang termasuk kedalam ruang terbuka hijau antara lain :
  1. Taman kota
  2. Taman wisata alam
  3. Taman rekreasi
  4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman
  5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial
  6. Taman hutan raya
  7. Hutan kota
  8. Hutan lindung
  9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah
  10. Cagar alam
  11. Kebun raya
  12. Kebun binatang
  13. Pemakaman umum
  14. Lapangan olah raga
  15. Lapangan upacara
  16. Parkir terbuka
  17. Lahan pertanian perkotaan
  18. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET)
  19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa
  20. Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian
  21. Kawasan dan jalur hijau
  22. Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara dan
  23. Taman atap (roof garden).

D.            Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Menurut Sharma (1989) dalam Hakim (2008), pengelolaan kota dapat digambarkan sebagai sekumpulan kegiatan yang bersama-sama membentuk dan mengarahkan pada bidang sosial, fisik dan perkembangan ekonomi kota.Pengelolaan ruang terbuka hijau akan memberi pengaruh terhadap perubahan kualitas dan kuantitas, sebagaimana teruraikan dalam penelitian Halle yang menunjukkan bahwa tidak mudah untuk memperbaiki strategi kelembagaan perkotaan dan mempunyai output yang terukur.Terdapat beberapa aspek dalam pengelolaan RTH (Hakim,2008) yaitu perencanaan, kelembagaan, sumber daya manusia, koordinasi dan pendanaan.


E.             Perencanaan

Terdapat 4 elemen perencanaan pengelolaan utama yang mempengaruhi ruang terbuka kota yaitu, elemen fisik, ekologis, partisipasi dan transparansi/ keterbukaan.Ruang terbuka hijau sebagai elemen fisik kota, sangat penting bagi fungsi lingkungan dan rekreasi. Namun oleh sebagian masyarakat kota ada pemikiran bahwa nilai ekonomi ruang terbuka hijau kota tidak bermanfaat dari sudut pandang ekonomi, karena ruang terbuka hijau dianggap  adalah barang pemerintah(public goods) tanpa harga pasar.

Sedangkan sebagai elemen ekologis kota dapat memberikan kestabilan lingkungan bagi masyarakat kota.Ruang terbuka hijau kota sangat bermanfaat bagi sebagian besar masyarakat kota. Kadang-kadang, kemungkinan masyarakat tidak mengetahui lokasi alami yang dapat dimanfatkan. Masyarakat kota biasanya mendukung konservasi alami secara umum di kota-kota, tetapi mereka tidak mempunyai gambaran perencanaan yang jelas apakah ruang terbuka hijau kota termasuk didalamnya. Mereka sebagian besar adalah para pemakai yang tidak secara intensif memelihara ruang terbuka hijau kota.


F.            Kelembagaan

Sesuai dengan McGill, pengembangan organisasi kelembagaan memerlukan prinsip yakni, menyetujui fungsi (proses pengelolaan kota) ke arah pertama, struktur organisasi dan personalia. Kedua, perencanaan dan penganggaran. Ketiga, reformasi pemikiran.


G.           Sumber Daya Manusia

Secara signifikan untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang pengelolaan kota, pengetahuan dan keterampilan harus disampaikan kepada pembuat-keputusan. Dua masalah utama kondisi sumber daya manusia dalam pengelolaan kota yaitu ketrampilan dan kemampuan. Disamping itu, kombinasi sektor swasta, organisasi sektor publik dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai lembaga pelatihan sangat penting bagi efektifitas program kerja pemerintah.Lima faktor kompetensi didalam kemampuan dan penguasaan keterampilan individu staf pemerintah daerah untuk pengelolaan kota yang proaktif yaitu :
-          pertama, kemampuan dalam mempersiapkan strategi untuk memandu dan mengkoordinir input stakeholder
-          kedua, kemampuan untuk meningkatkan otonomi dan mengelola dana
-          ketiga, kemampuan untuk pengembangan kelembagaan
-          keempat, kemampuan untuk merancang proyek dalam rangka mendapatkan bantuan dan sumbangan pelaksanaan program
-          kelima, kemampuan melakukan pendekatan yang fleksibel dalam memberi penghargaan personil yang produktif (prestasi mendasarkan penggajian dan promosi).


H.           Koordinasi

Ada empat faktor sebagai elemen koordinasi ruang terbuka hijau kota yaitu, tata guna lahan, kewenangan/ otoritas, keputusan dan informasi.Perubahan cepat tata guna lahan dan pola ruang hijau dalam pengembangan kota membawa konflik antara persyaratan keberadaan perumahan dan ruang hijau. Salah satu kegagalan mengintegrasikan dimensi wilayah yang terbangun dengan pengembangan ruang terbuka hijau kota adalah pedoman pengendaliannya. Evolusi pendekatan pengelolaan memerlukan instrumen dan perangkat baru guna pembaruan informasi, dan untuk monitoring pengembangannya.

Pengelolaan kota di negara-negara harus mencapai dua hal yaitu Pertama, harus memahami sifat alami lingkungan kota. Kedua, harus mengatur instrumen intervensi institusi sehingga dalam melakukan pengelolaan kota agar dapat sesuai dengan rencana induk kota yang telah disetujui.Wonga (2006) dalam Hakim (2008) mendukung keputusan penggunaan perangkat seperti analisa manfaat biaya(cost-benefit analysis), pengkajian dampak sosial, peraturan perundang- undangan dan pengkajian dampak lingkungan dalam perumusan strategi. Perangkat ini akan membantu memastikan ketegasan perlindungan lingkungan dan pertimbangan sosial di dalam pengendalian pengelolaan.


I.             Pendanaan

Beberapa penyelidik melakukan kajian tentang pengelolaan pendanaan yang meliputi pajak masyarakat, pendanaan swasta serta gaji dan penghargaan pemerintah. Tingkat pendapatan masyarakat tidak akan mempengaruhi willingness-to-pay untuk ruang terbuka hijau kota. Ini menyiratkan bahwa ruang hijau bukan hal mutlak, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-hari.
Untuk menghindari penyimpangan pembayaran, prosedur-prosedur pembayaran seperti pajak dan pembayaran bea masuk harus jelas masuk kedalam kas pemerintah lokal. Jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau kota, pada akhirnya, harus menjadi pemikiran dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian menyiratkan dengan jelas akan perlunya kebijakan-kebijakan ruang terbuka hijau kota.


J.              Good Governance

Namun demikian, secara umum good governance (tata pemerintahan yang baik) dapat diartikan sebagai upaya merespons berbagai permasalahan pembangunan kawasan perkotaan secara efektif dan efisien yang diselenggarakan oleh pemerintah yang akuntabel bersama-sama dengan unsur-unsur masyarakat.

Lima prinsip utama dalam tata pemerintahan yang baik, yaitu Legitimacy and Voice,Direction, Performance, Accountability(Akuntabilitas), Fairness (Kewajaran),dengan tujuh karakter, yaitu partisipasi, konsensus, tanggung jawab, transparan, responsif, efektif dan efisien, adil dan mentaati aturan.

Dari sini terlihat bahwa good governance tidaklah terbatas pada bagaimana pemerintah menjalankan wewenangya dengan baik semata, tetapi lebih penting lagi adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut dengan baik (accountable). Karenanya, seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi (Rochman, 1998).






RUSUNAWA RUSUNAMI


A.    SOLUSI TEMPAT TINGGAL DI PERKOTAAN

Dengan mempertimbangakan fakta sempitnya lahan perkotaan untuk tempat tinggal dan nilai ekonomis lahan yang sangat tinggi karena harus bersaing dengan kepentingan bisnis, maka alternatif rumah susun di wilayah perkotaan merupakan solusi yang tepat. Namun masih perlu dicermati mana yang lebih sesuai untuk diimplementasikan oleh Pemerintah, apakah rumah susun milik (rusunami) ataukah rumah susun sewa (rusunawa). Kedua model rumah susun ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.


B.    UU NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN      

Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.·     

            Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan- jaringan listrik, gas dan teleko munikasi.


C.    PENGERTIAN RUSUN, RUSUNAWA, RUSUNAMI 

Pengertian rumah susun menurut kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian rumah susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.

Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda dengan apartemen. Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan.

Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa
  1. Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Penambahan kata "sederhana" setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen bersubsidi”.
Para pengembang umumnya lebih senang menggunakan istilah “apartemen” daripada “rusun” karena konotasi negatif yang melekat pada istilah “rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi” disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.

  1. Rusunawa adalah Rumah Susun Sederhana Sewa. Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.·     
 Penjabaran lebih terinci dari pengertian rumah susun sederhana sewa yang tersebut di atas adalah :
a.    Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

b.    Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.

c.    Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.

d.   Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa.

e.    Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikanyang dilakukan oleh badan pengelola untuk memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

f.     Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola; Tarif Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.

g.    Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.

h.    Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.

i.      Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan hukum.

j.      Masyarakat Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah masyarakat yang mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.


D.    JENIS RUSUN DI INDONESIA

Rumah Susun di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :

a.    Rumah Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.

b.    Rumah Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya, Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.

c.    Rumah Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya Casablanca, Jakarta.
            



https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_susun_sederhana_milik
http://www.ciputraentrepreneurship.com/umum/perbedaan-rusun-rusunami-dan-rusunawa