Senin, 03 Juli 2017

KONSERVASI ARSITEKTUR

Menurut KBBI, KONSERVASI adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dn kemusnahan dengan cara pelestarian. Sedangkan, menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), KONSERVASI adalah suatu upaya untuk melestarikan bangunan atau lingkungan sehingga makna kulturalnya akan tetap terpelihara.

Dapat disimpulkan, KONSERVASI adalah bagian dari tingkat perubahan kecil bangunan atau lingkungan dalam upaya memelihara suatu tempat sedemikian rupa sehingga makna dari tempat tersebut dapat terpelihara dan dipertahankan.

Jenis penerapan KONSERVASI terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain : Pemeliharaan, Preservasi (melestarikan), Restorasi (mengembalikan kondisi semula), Rekonstruksi (membangun kembali), Adaptasi (menyesuaikan), dan Demolisi (merobohkan).


Tujuan KONSERVASI yaitu mengembalikan dan memanfaatkan obyek pelestarian, serta mengarahkan penyelarasan masa kini dan perencanaan masa lalu dengan menampilkan sejarah pertumbuhan dalam wujud fisik 3 dimensi.

Lingkup KONSERVASI meliputi, Lingkungan Alami (Natural Area), Kota dan Desa (Town and Village), Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor), Kawasan (Districts), Wajah Jalan (Street-scapes), Bangunan (Buildings), Benda dan Penggalan (Object and Fragments).

Sedangkan, kriteria KONSERVASI meliputi, Estetika, Kejamakan, Kelangkaan, Keistimewaan, Peranan Sejarah dan Memperkuat Kawasan.

STUDI KASUS KONSERVASI GEDUNG MARBA
Sejarah Singkat
Gedung Marba terletak di sudut pertigaan Jl. Letjend. Suprapto No. 33 Semarang, dulu bernama “Heeretistraat” tepat disebelah selatan dari Taman Srigunting yang dulu bernama “Parade Plein”.
Image result for KONSERVASI GEDUNG MARBa

Gedung Marba dibangun atas permintaan seorang pengusaha kaya raya yang berasal dari Yaman bernama Martha Bajunet yang kemudian memberi nama gedung ini dengan namanya dipasang pada bagian atas dari bidang façade main entrance dengan tulisan “ MARBA” singkatan dari Martha Bajunet”. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), serta digunakan pula untuk toko modern dan satu-satunya pada waktu itu.

Gaya arsitektur transisi memang berlangsung singkat (1890-1915). Masa transisi dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipenuhi perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Dikarenakan gedung ini terletak pada masa awal periode transisi, maka sentuhan Indische Empire masih terlihat jelas, namun juga ada langgam yang memang sudah ditinggalkan.

Pola penataan kolom/trave/ruang dengan irama 1:2:3 masih mengikuti tatanan yang dibawa oleh aliran pra-modern seperti Renaissaine. Proporsi juga masih dipertahankan ketika menentukan bukaan bukaan seperti jendela dan pintu.

Tampak Gedung Marba
Image result for GEDUNG MARBa

Adanya perubahan pada tampak gedung Marba dengan menghilangkan kolom gaya Yunani, serta membuat menara pada pintu masuk utama. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak di tepi sungai muncul kembali.

Bahan Bangunan Gedung Marba
Pemakaian bahan bangunan utama masih seperti sebelumnya, yaitu bata, kayu dan penggunaan besi tulang sebagai tiang kolom. Pemakaian kaca terutama pada jendela juga masih sangat terbatas.

Transformasi Gedung Marba
Transformasi terjadi pada denah bangunan ini yaitu, bentuk persegi panjang yang merespon posisi bangunan yang berada disudut sehingga memiliki fasad pada Jl. Letjend Suprapto dan pada sudut.Serta adanya pengulangan bentuk yang terjadi dapat dilihat pada bukaan dinding, pintu maupun jendela pada gedung Marba.

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal yang terkait dengan konservasi terhadap bangunan colonial Belanda di Semarang, secara khusus menunjuk pada Gedung Marba di Jl. Letjend Suprapto, yaitu :

Gedung Marba menjadi bentuk yang cukup mewakili jenis arsitektur transisi di Indonesia yakni transisi dari Indische Empire ke arsitektur tropis Hindia-Belanda. Gedung Marba dibangun pada masa akhir dari Indische Empire yang mengadopsi tatanan neo-klasik yang sudah mulai ditinggalkan. Penggunaan material sesuai dengan perkembangan teknologi saat itu, yaitu penggunaan bata dan kayu serta menggunakan kaca dan besi untuk struktur.

Sumber :