Menurut
KBBI, KONSERVASI adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur
untuk mencegah kerusakan dn kemusnahan dengan cara pelestarian. Sedangkan,
menurut Sidharta dan Budihardjo (1989), KONSERVASI adalah suatu upaya untuk
melestarikan bangunan atau lingkungan sehingga makna kulturalnya akan tetap
terpelihara.
Dapat
disimpulkan, KONSERVASI adalah bagian dari tingkat perubahan kecil bangunan atau
lingkungan dalam upaya memelihara suatu tempat sedemikian rupa sehingga makna
dari tempat tersebut dapat terpelihara dan dipertahankan.
Jenis
penerapan KONSERVASI terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
Pemeliharaan, Preservasi (melestarikan), Restorasi (mengembalikan kondisi
semula), Rekonstruksi (membangun kembali), Adaptasi (menyesuaikan), dan
Demolisi (merobohkan).
Tujuan
KONSERVASI yaitu mengembalikan dan memanfaatkan obyek pelestarian, serta
mengarahkan penyelarasan masa kini dan perencanaan masa lalu dengan menampilkan
sejarah pertumbuhan dalam wujud fisik 3 dimensi.
Lingkup
KONSERVASI meliputi, Lingkungan Alami (Natural Area), Kota dan Desa (Town and
Village), Garis Cakrawala dan Koridor pandang (Skylines and View Corridor),
Kawasan (Districts), Wajah Jalan (Street-scapes), Bangunan (Buildings), Benda
dan Penggalan (Object and Fragments).
Sedangkan,
kriteria KONSERVASI meliputi, Estetika, Kejamakan, Kelangkaan, Keistimewaan,
Peranan Sejarah dan Memperkuat Kawasan.
STUDI KASUS
KONSERVASI GEDUNG MARBA
Sejarah Singkat
Gedung Marba terletak di sudut pertigaan Jl. Letjend.
Suprapto No. 33 Semarang, dulu bernama “Heeretistraat”
tepat disebelah selatan dari Taman Srigunting yang dulu bernama “Parade Plein”.
Gedung Marba dibangun
atas permintaan seorang pengusaha kaya raya yang berasal dari Yaman bernama
Martha Bajunet yang kemudian memberi nama gedung ini dengan namanya dipasang
pada bagian atas dari bidang façade main entrance dengan tulisan “ MARBA”
singkatan dari Martha Bajunet”. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor
usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), serta digunakan pula untuk
toko modern dan satu-satunya pada waktu itu.
Gaya arsitektur transisi memang berlangsung singkat
(1890-1915). Masa transisi dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipenuhi
perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi mengakibatkan perubahan bentuk dan
gaya dalam bidang arsitektur. Dikarenakan gedung ini terletak pada masa awal
periode transisi, maka sentuhan Indische
Empire masih terlihat jelas, namun juga ada langgam yang memang sudah
ditinggalkan.
Pola penataan
kolom/trave/ruang dengan irama 1:2:3 masih mengikuti tatanan yang dibawa oleh
aliran pra-modern seperti Renaissaine. Proporsi juga masih dipertahankan ketika
menentukan bukaan bukaan seperti jendela dan pintu.
Tampak Gedung Marba
Adanya perubahan pada tampak gedung Marba dengan menghilangkan kolom gaya Yunani, serta membuat menara pada pintu masuk utama. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak di tepi sungai muncul kembali.
Bahan Bangunan Gedung
Marba
Pemakaian bahan
bangunan utama masih seperti sebelumnya, yaitu bata, kayu dan penggunaan besi
tulang sebagai tiang kolom. Pemakaian kaca terutama pada jendela juga masih
sangat terbatas.
Transformasi Gedung Marba
Transformasi terjadi pada denah bangunan ini yaitu, bentuk
persegi panjang yang merespon posisi bangunan yang berada disudut sehingga
memiliki fasad pada Jl. Letjend Suprapto dan pada sudut.Serta adanya pengulangan bentuk yang terjadi dapat dilihat
pada bukaan dinding, pintu maupun jendela pada gedung Marba.
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal yang
terkait dengan konservasi terhadap bangunan colonial Belanda di Semarang,
secara khusus menunjuk pada Gedung Marba di Jl. Letjend Suprapto, yaitu :
Gedung Marba menjadi
bentuk yang cukup mewakili jenis arsitektur transisi di Indonesia yakni
transisi dari Indische Empire ke
arsitektur tropis Hindia-Belanda. Gedung Marba dibangun pada masa akhir dari Indische Empire yang mengadopsi tatanan
neo-klasik yang sudah mulai ditinggalkan. Penggunaan material sesuai dengan
perkembangan teknologi saat itu, yaitu penggunaan bata dan kayu serta
menggunakan kaca dan besi untuk struktur.
Sumber :