KOTA yang MENERAPKAN RTH 30 % dari LUAS WILAYAH, RTH PUBLIK 20 % dari LUAS WILAYAH KOTA
A. Definisi Ruang
Terbuka Hijau
- Ruang
terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Undang-Undang Penataan Ruang No 26
Tahun 2007 pasal 29 ayat1).
Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal
untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi
dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan
fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyarakat, dan
swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan gedung miliknya
(Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 2).
Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua
puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar
proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga
memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat (Undang-Undang Penataan
Ruang No 26 Tahun 2007 pasal 29 ayat 3).
- Menurut
Rustam Hakim (1987), ruang terbuka pada dasarnya merupakan suatu wadah yang
dapat menampung kegiatan aktivitas tertentu dari warga lingkungan tersebut baik
secara individu atau secara kelompok. Bentuk daripada ruang terbuka ini sangat
tergantung pada pola dan susunan massa bangunan. Contoh ruang terbuka adalah
jalan, pedestrian, taman, plaza, pemakaman di sekitar lapangan olahraga.
- Menurut
Perda Jatim No. 7 tahun 1997, ruang terbuka kota adalah bagian dari kota yang
tidak didirikan bangunan atau sesedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari
unsur alami (vegetasi dan air) dan unsur binaan (produksi, budidaya, pemakaman,
pertanian kota, taman kota, jalur hijau, tempat satwa, rekreasi ruang luar,
berbagai upaya pelestarian lingkungan)
B. Sifat dan
Fungsi Ruang Terbuka
Roger Trancik (1986), dalam bukunya ”Finding Lost Space”,
mengungkapkan bahwa menurut sifatnya ruang terbuka kota dapat dibagi menjadi:
- Hard space, yaitu ruang terbuka yang secara prinsip dibatasi oleh dinding arsitektural dan biasanya sebagai kegiatan sosial. Ruang terbuka jenis ini tidak tertutup oleh massa bangunan namun tertutup oleh pengerasan seperti ubin, aspal, plesteran, paving stone, dan lain-lain.
- Soft space, yaitu ruang terbuka yang didominasi oleh lingkungan alam. Pada setting kota, soft space berbentuk taman (park) dan kebun (garden) serta jalur hijau (greenways) yang dapat memberikan kesempatan untuk berelaksasi (santai).
Menurut Rustam Hakin (1987), ada beberapa fungsi ruang
terbuka, antara lain:
a. Fungsi sosial :
- Tempat bermain, berolahraga
- Tempat bersantai
- Tempat komunikasi sosial
- Tempat peralihan, tempat menunggu
- Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar dengan lingkungan
- Sebagai sarana penghubung antara suatu tempat dengan tempat yang lain
- Sebagai pembatas/jarak di antara massa bangunan
b. Fungsi ekologis :
- penyegaran udara,
- menyerap air hujan,
- pengendalian banjir,
- memelihara ekosistem tertentu dan
- pelembut arsitektur
bangunan.
- pengontrol radiasi matahari
- meredam kebisingan·
- menyerap debu
Sedangkan fungsi ruang terbuka hijau kawasan perkotaan
menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3 antara lain :
- Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan
- Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara
- Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati
- Pengendali tata air
- Sarana estetika kota.
C. Bentuk
Ruang Terbuka Hijau
Rob Krier (1979), mengklasifikasikan ruang terbuka
berdasarkan bentuk fisik dan pola ruangnya, yang meliputi :
- Berbentuk memanjang, yaitu ruang terbuka yang hanya mempunyai batas-batas di sisi-sisinya, seperti jalanan, sungai dan lain-lain. Ruang terbuka yang berbentuk memanjang ini juga merupakan ruang-ruang sirkulasi karena dimanfaatkan untuk melakukan pergerakan oleh masyarakat sekitarnya.
- Berbentuk cluster, yaitu ruang terbuka yang mempunyai batas-batas di sekelilingnya, seperti lapangan, bundaran dan lain-lain. Ruang terbuka dengan bentuk cluster ini membentuk “kantong-kantong” yang berfungsi sebagai ruang-ruang akumulasi aktivitas kegiatan masyarakat kota.
Rustam Hakim (1987) mengklasifikasikan ruang terbuka
berdasar sifatnya yaitu :
- Ruang terbuka lingkungan, yaitu ruang terbuka yang terdapat pada suatu lingkungan dan sifatnya umum. Adapun tata penyusunan ruang-ruang terbuka dan ruang-ruang tertutupnya akan mempengaruhi keserasian lingkungan.
- Ruang terbuka bangunan, yaitu ruang terbuka yang dibatasi oleh dinding bangunan dan lantai halaman bangunan. Ruang terbuka ini bersifat umum atau pribadi sesuai dengan fungsi bangunannya.
Berdasarkan sumber peraturan yang berlaku “Ruang Terbuka
Hijau sebagai Unsur Pembentuk Kota Taman”, tahun 2005 yang dikeluarkan oleh
Dirjen Penataan Ruang menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari :
- Ruang Terbuka privat; halaman rumah, halaman kantor, halaman sekolah, halaman tempat ibadah, halaman rumah sakit, halaman hotel, kawasan industri, stasiun, bandara, dan pertanian kota.
- Ruang Terbuka publik; taman rekeasi, taman/lapangan olahraga, taman kota, taman pemakaman umum, jalur hijau (sempadan jalan, sungai, rel KA, SUTET), dan hutan kota (HK konservasi, HK wisata, HK industri).
Sedangkan menurut Undang-Undang Penataan Ruang no 26 Tahun
2007 pasal 29 menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau dibagi menjadi :
- Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
- Ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri no 1 Tahun 2007 pasal
6 mengenai Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyebutkan, yang
termasuk kedalam ruang terbuka hijau antara lain :
- Taman kota
- Taman wisata alam
- Taman rekreasi
- Taman lingkungan perumahan dan permukiman
- Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial
- Taman hutan raya
- Hutan kota
- Hutan lindung
- Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah
- Cagar alam
- Kebun raya
- Kebun binatang
- Pemakaman umum
- Lapangan olah raga
- Lapangan upacara
- Parkir terbuka
- Lahan pertanian perkotaan
- Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET)
- Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa
- Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian
- Kawasan dan jalur hijau
- Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara dan
- Taman atap (roof garden).
D. Pengelolaan
Ruang Terbuka Hijau
Menurut Sharma (1989) dalam Hakim (2008), pengelolaan kota
dapat digambarkan sebagai sekumpulan kegiatan yang bersama-sama membentuk dan
mengarahkan pada bidang sosial, fisik dan perkembangan ekonomi kota.Pengelolaan
ruang terbuka hijau akan memberi pengaruh terhadap perubahan kualitas dan
kuantitas, sebagaimana teruraikan dalam penelitian Halle yang menunjukkan bahwa
tidak mudah untuk memperbaiki strategi kelembagaan perkotaan dan mempunyai
output yang terukur.Terdapat beberapa aspek dalam pengelolaan RTH (Hakim,2008)
yaitu perencanaan, kelembagaan, sumber daya manusia, koordinasi dan pendanaan.
E. Perencanaan
Terdapat 4 elemen perencanaan pengelolaan utama yang
mempengaruhi ruang terbuka kota yaitu, elemen fisik, ekologis, partisipasi dan
transparansi/ keterbukaan.Ruang terbuka hijau sebagai elemen fisik kota, sangat
penting bagi fungsi lingkungan dan rekreasi. Namun oleh sebagian masyarakat
kota ada pemikiran bahwa nilai ekonomi ruang terbuka hijau kota tidak
bermanfaat dari sudut pandang ekonomi, karena ruang terbuka hijau
dianggap adalah barang pemerintah(public goods) tanpa harga
pasar.
Sedangkan sebagai elemen ekologis kota dapat memberikan
kestabilan lingkungan bagi masyarakat kota.Ruang terbuka hijau kota sangat
bermanfaat bagi sebagian besar masyarakat kota. Kadang-kadang, kemungkinan masyarakat
tidak mengetahui lokasi alami yang dapat dimanfatkan. Masyarakat kota biasanya
mendukung konservasi alami secara umum di kota-kota, tetapi mereka tidak
mempunyai gambaran perencanaan yang jelas apakah ruang terbuka hijau kota
termasuk didalamnya. Mereka sebagian besar adalah para pemakai yang tidak
secara intensif memelihara ruang terbuka hijau kota.
F. Kelembagaan
Sesuai dengan McGill, pengembangan organisasi kelembagaan
memerlukan prinsip yakni, menyetujui fungsi (proses pengelolaan kota) ke
arah pertama, struktur organisasi dan personalia. Kedua, perencanaan
dan penganggaran. Ketiga, reformasi pemikiran.
G. Sumber Daya
Manusia
Secara signifikan untuk meningkatkan sumber daya manusia di
bidang pengelolaan kota, pengetahuan dan keterampilan harus disampaikan kepada
pembuat-keputusan. Dua masalah utama kondisi sumber daya manusia dalam
pengelolaan kota yaitu ketrampilan dan kemampuan. Disamping itu, kombinasi
sektor swasta, organisasi sektor publik dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
sebagai lembaga pelatihan sangat penting bagi efektifitas program kerja
pemerintah.Lima faktor kompetensi didalam kemampuan dan penguasaan keterampilan
individu staf pemerintah daerah untuk pengelolaan kota yang proaktif yaitu :
-
pertama, kemampuan dalam mempersiapkan strategi
untuk memandu dan mengkoordinir input stakeholder
-
kedua, kemampuan untuk meningkatkan otonomi dan
mengelola dana
-
ketiga, kemampuan untuk pengembangan kelembagaan
-
keempat, kemampuan untuk merancang proyek dalam
rangka mendapatkan bantuan dan sumbangan pelaksanaan program
-
kelima, kemampuan melakukan pendekatan yang
fleksibel dalam memberi penghargaan personil yang produktif (prestasi
mendasarkan penggajian dan promosi).
H. Koordinasi
Ada empat faktor sebagai elemen koordinasi ruang terbuka
hijau kota yaitu, tata guna lahan, kewenangan/ otoritas, keputusan dan
informasi.Perubahan cepat tata guna lahan dan pola ruang hijau dalam
pengembangan kota membawa konflik antara persyaratan keberadaan perumahan dan
ruang hijau. Salah satu kegagalan mengintegrasikan dimensi wilayah yang
terbangun dengan pengembangan ruang terbuka hijau kota adalah pedoman
pengendaliannya. Evolusi pendekatan pengelolaan memerlukan instrumen dan
perangkat baru guna pembaruan informasi, dan untuk monitoring pengembangannya.
Pengelolaan kota di negara-negara harus mencapai dua hal
yaitu Pertama, harus memahami sifat alami lingkungan kota. Kedua,
harus mengatur instrumen intervensi institusi sehingga dalam melakukan
pengelolaan kota agar dapat sesuai dengan rencana induk kota yang telah
disetujui.Wonga (2006) dalam Hakim (2008) mendukung keputusan penggunaan
perangkat seperti analisa manfaat biaya(cost-benefit analysis), pengkajian
dampak sosial, peraturan perundang- undangan dan pengkajian dampak lingkungan dalam
perumusan strategi. Perangkat ini akan membantu memastikan ketegasan
perlindungan lingkungan dan pertimbangan sosial di dalam pengendalian
pengelolaan.
I. Pendanaan
Beberapa penyelidik melakukan kajian tentang pengelolaan
pendanaan yang meliputi pajak masyarakat, pendanaan swasta serta gaji
dan penghargaan pemerintah. Tingkat pendapatan masyarakat tidak akan
mempengaruhi willingness-to-pay untuk ruang terbuka hijau kota. Ini
menyiratkan bahwa ruang hijau bukan hal mutlak, tetapi merupakan bagian penting
dari kehidupan sehari-hari.
Untuk menghindari penyimpangan pembayaran, prosedur-prosedur
pembayaran seperti pajak dan pembayaran bea masuk harus jelas masuk kedalam kas
pemerintah lokal. Jumlah dan kualitas ruang terbuka hijau kota, pada akhirnya,
harus menjadi pemikiran dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian
menyiratkan dengan jelas akan perlunya kebijakan-kebijakan ruang terbuka hijau
kota.
J. Good
Governance
Namun demikian, secara umum good governance (tata
pemerintahan yang baik) dapat diartikan sebagai upaya merespons berbagai
permasalahan pembangunan kawasan perkotaan secara efektif dan efisien yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang akuntabel bersama-sama dengan unsur-unsur masyarakat.
Lima prinsip utama dalam tata pemerintahan yang baik,
yaitu Legitimacy and Voice,Direction, Performance, Accountability(Akuntabilitas), Fairness (Kewajaran),dengan
tujuh karakter, yaitu partisipasi, konsensus, tanggung jawab, transparan,
responsif, efektif dan efisien, adil dan mentaati aturan.
Dari sini terlihat bahwa good governance tidaklah
terbatas pada bagaimana pemerintah menjalankan wewenangya dengan baik semata,
tetapi lebih penting lagi adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan
mengontrol pemerintah untuk menjalankan wewenang tersebut dengan baik
(accountable). Karenanya, seringkali tata pemerintahan yang baik dipandang
sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”. Ketiga tiang penyangga itu adalah
transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi (Rochman, 1998).
RUSUNAWA RUSUNAMI
A. SOLUSI TEMPAT TINGGAL DI PERKOTAAN
Dengan mempertimbangakan fakta
sempitnya lahan perkotaan untuk tempat tinggal dan nilai ekonomis lahan yang
sangat tinggi karena harus bersaing dengan kepentingan bisnis, maka alternatif
rumah susun di wilayah perkotaan merupakan solusi yang tepat. Namun masih perlu
dicermati mana yang lebih sesuai untuk diimplementasikan oleh Pemerintah,
apakah rumah susun milik (rusunami) ataukah rumah susun sewa (rusunawa). Kedua
model rumah susun ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.
B. UU NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH
SUSUN
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor
20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagian bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan satuan yang masing-masing dapat dimiliki
dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi
dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah
bersama.·
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun
yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan
fungsi dengan satuan-satuan rumah susun.
Penjelasan Pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut memberi
contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding,
lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa,
jaringan- jaringan listrik, gas dan teleko munikasi.
C. PENGERTIAN RUSUN, RUSUNAWA,
RUSUNAMI
Pengertian rumah susun menurut
kamus besar Indonesia merupakan gabungan dari pengertian rumah dan pengertian
susun. Rumah yaitu bangunan untuk tempat tinggal, sedangkan pengertian susun
yaitu seperangkat barang yang diatur secara bertingkat. Jadi pengertian rumah
susun adalah bangunan untuk tempat tinggal yang diatur secara bertingkat.
Rumah susun merupakan kategori
rumah resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti
apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah
susun digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah,
yang artinya berbeda dengan apartemen. Rusun adalah singkatan dari rumah susun.
Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana,
walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai
rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman
di daerah perkotaan.
Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa
- Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Penambahan kata "sederhana" setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen bersubsidi”.
Para pengembang umumnya lebih
senang menggunakan istilah “apartemen” daripada “rusun” karena konotasi negatif
yang melekat pada istilah “rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi”
disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun
hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga
masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak
berhak atas subsidi.
- Rusunawa adalah Rumah Susun Sederhana Sewa. Pengertian rumah susun sederhana sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa berdasarkan PERMEN No.14/ 2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana sewa yaitu bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian.·
Penjabaran lebih terinci dari
pengertian rumah susun sederhana sewa yang tersebut di atas adalah :
a. Satuan
Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit
hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan
ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
b. Pengelolaan
adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik
negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang
meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan
dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.
c. Pengelola,
yang selanjutnya disebut badan pengelola, adalah instansi pemerintah atau badan
hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk
melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.
d. Pemilik
rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang
milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa
rusunawa.
e. Pemanfaatan
adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk
dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, dan kerjasama
pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikanyang dilakukan oleh badan
pengelola untuk memfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan.
f. Penghuni
adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan
rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa
dengan badan pengelola; Tarif Sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam
bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau
sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
g. Pengembangan
adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan, prasarana dan
sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi
diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.
h. Pendampingan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima aset kelola sementara kepada badan
pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
i. Pengawasan
adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan
mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan hukum.
j. Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, yang selanjutnya disebut MBR, adalah masyarakat yang
mempunyai penghasilan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara
Perumahan Rakyat.
D. JENIS RUSUN DI INDONESIA
Rumah Susun di Indonesia dibagi
menjadi 3 (tiga) yaitu sebagai berikut :
a. Rumah
Susun Sederhana (Rusuna), pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu.
Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN). Misalnya, Rusuna Klender
di Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta.
b. Rumah
Susun Menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas atau
Pengembang Swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah. Misalnya,
Apartemen Taman Rasuna Said, Jakarta Selatan.
c. Rumah
Susun Mewah (Condonium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke
atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh Pengembang Swasta. Misalnya
Casablanca, Jakarta.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rumah_susun_sederhana_milik
http://www.ciputraentrepreneurship.com/umum/perbedaan-rusun-rusunami-dan-rusunawa